https://divorcehelp360.com |
Ada dua tanda pagar (tagar) tranding di
Twitter yang kemarin menarik perhatianku. Pertama, #SongsongAbadKhilafah. Masya
allah, tagar itu bikin hati berbunga – bunga deh. Harap – harap cemas, apa diri
ini layak menyaksikan peristiwa besar itu. Apa kelak saat bisyarah Rasulullah
saw itu terwujud, aku masih hidup? Semoga.
Kedua, #marriage. Owh ada apa ini? Masalah sosial begini memang jadi salah satu perhatianku. Rupanya, netizen sedang memperbincangan satu topik, Open Marriage atau Open Relationship. Ide obrolan ini muncul pasca kasus asusila artis yang cukup heboh, menemukan titik terang. Netizen menduga si artis menjalani open marriage.
"Bunda bunda kok kaget sih kalo
dibuat taon 2017? Jangan polos polos amat dong, open-marriage itu fenomena
biasa kok bundsay," begitu bunyi salah satu status twitter terakit.
Open marriage (pernikahan terbuka) atau
open relationship (hubungan terbuka) itu sejenis bentuk hubungan antara suami
isteri, yang sepakat membolehkan satu sama lain menjalin hubungan dengan orang
lain. Isteri boleh menjalin hubungan dengan pria lain. Demikian juga si suami.
Masing – masing suami isteri itu tak kan dianggap berselingkuh jika punya
pasangan lain. Kan sudah sepakat membolehkan.
Geleng – geleng kepala ya mendengar ada
jenis hubungan semacam itu. Reaksi netizen yang nyetatus kayak di atas lebih
serem. Dia bilang open marriage fenomena biasa. Sudah sebegini rusakkah
masyarakat kita?
Jadi apa dong arti pernikahan bagi pelaku
open marriage itu? Cuma formalitas? Hanya ingin memiliki status menikah dimata
masyarakat? Untuk menyenangkan keluarga?
Dimana kesakralan pernikahan itu?
Bukankah pernikahan dikenal sebagai pelabuhan terakhir sebuah pasangan?
Bukankah pernikahan wujud komitmen sebuah pasangan untuk membangun keluarga,
lalu meneruskan generasi?
Seorang pria salih pernah berkata,
“Hatiku bergetar ketika pada akad nikah mengucapkan, aku terima nikahnya..... Sebab
itu artinya tanggung jawab ayah si dia telah berpindah kepadaku. Sekarang
akulah yang wajib menyayanginya, menafkahinya, mendidiknya dan melindungi keselamatan
serta kehormatannya.”
Wujud kasih sayang dan perlindungan seorang
suami adalah rasa cemburu. Suami yang baik tak akan terima wanitanya berada
dipelukan lelaki lain, bahkan dilirik sekalipun. Hal itupun berarti menyinggung
harga dirinya.
Seorang perempuan baik juga demikian.
Ketika akad nikah usai, maka hatinya akan lega karena telah sah memiliki
pasangan hidup. Suami menjadi satu – satunya pria yang boleh menyentuhnya.
Suami tempat dia bersandar dan memberi pelayanan. Normalnya perempuan pun
memiliki rasa cemburu sebagai tanda cintanya pada suami. Tak kan rela dia
diduakan.
Makanya mengingat fitrah lelaki dan
perempuan, open marriage benar – benar tak manusiawi untuk
dijalankan.
Tapi rupanya menurut penelitian yang
dikutip beberapa media, open marriage banyak dijalani pasangan di dunia. Tak
terkecuali di Indoensia. Penyebabnya adalah ketidakpuasan pada pasangan. Mereka
ingin mendapatkan yang lebih, bisa bersenang – senang dengan orang lain.
Ternyata oh ternyata, dunia mengenal
lebih dari hubungan aneh bernama open marriage. Ada yang disebut swinger atau
praktek tukar pasangan. Ada juga polyamory atau hubungan seseorang dengan
beberapa orang sekaligus.
Berbagai jenis hubungan menyimpang ini
telah ikut menambah masalah di masyarakat. Pertama, menyebarkan penyakit
menular seksual (PMS). psikolog Meity Arianty
STP., M. Psi kepada sebuah media mengatakan, “Risiko terbesar dari open
relationship ini adalah risiko penularan penyakit secara seksual. Secara umum
saya katakan tak ada manfaatnya.
Kedua, menghancurkan rumah tangga. Hubungan
tanpa komitmen alamiahnya akan menciptakan keegoisan. Pada akhirnya rumah
tangga akan hancur. Hal ini pun berdampak pada anak. Terapis pernikahan Dr
Karen Ruskin mengungkapkan bahwa open marriage bisa menggangu perkembangan
emosional anak.
"Anak-anak yang merasa tidak berharga
untuk dicintai, perkembangannya menjadi buruk, harga diri rendah, dan tidak
memiliki kepercayaan diri. Anak-anak yang memiliki rasa rendah diri yang
kemudian kita lihat berperilaku di sekolah, akademisi mereka terpengaruh secara
negatif, interaksi relasional sosial pun terganggu," kata Dr Ruskin
Perlu kita sadari, segala kegilaan jenis
hubungan semacam open marriage ini berkembang di alam sekuler liberal saat ini.
Sekulerisme, paham anti atas aturan agama ini, telah mendidik manusia zaman now
untuk berprilaku sesuai tuntunan nafsu. Akalnya pun jadi buntu.
Padahal apa yang dimiliki orang asing sama
dengan milik pasangan kita. Apa yang diidamkan suami terhadap perempuan lain
juga ada pada isterinya. Demikian sebaliknya. Makanya Rasulullah saw
mengarahkan para lelaki, agar segera mendatangi isterinya ketika syahwatnya
timbul karena perempuan asing.
Jadi tinggal bagaimana kreatifitas pasangan
saja dalam mengelola rumah tangga. Dasar keimanan pada Allah swt, bekal ilmu
dan kepatuhan kepada Allah swt akan mendorong suami isteri untuk menjaga
hubungan sebaik – baiknya. Apa yang kurang dari pasangan akan ia bantu untuk
diperbaiki. Kelebihan pasangan akan ia tonjolkan untuk menyuburkan kasih sayang
antar mereka.
Janji Allah swt kepada pasangan yang menikah karena takwa, akan memberi mereka sakinah mawaddha warahmah. Masya allah. Begitu indah ajaran Islam dalam mengatur rumah tangga. Begitulah kelak indahnya peradaban Islam ketika menaungi kehidupan kita. Tak ada celah bagi maksiat semacam open marriage untuk berkembang.
0 Comments
Post a Comment